Seiring berkembangnya ilmu hukum dalam pembuatan aturan hukum hal ini menjadi penting untuk dapat mengetahui hal yang menjadi dasar dalam aturan.
Pembuatan aturan hukum tidak hanya untuk membuat masyarakat menaati akan tetapi juga dapat sebagai acuan untuk pembatasan perkembangan hukum dalam masyarakat seperti perkembangan hukum perjanjian yag sering kali digunakan dalam bermasyarakat.
Perkembangan hukum perjanjian untuk dapat sebagai acuan pembuatan perjanjian yang sering kali digunakan oleh masyarakat. Perkembangan dalam hukum perjanjian mempengaruhi dari berbagai ketentuan yang ada dalam Burgerlijk Wetboek atau BW (Baru). Perkembangan ini justru mempengaruhi penerapan asas yang digunakan dalam praktik peradilan.
- Asas Kebebasan Berperjanjian (Freedom of Contract)
Asas kebebasan berperjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dalam arti ini pembuatan perjajian dapat membuat isi dalam perjanjian yang akan menguntungkan kedua belah pihak dan nanti tidak adanya sesuatu hal yang memberatkan diantaras salah satu pihak.
Kebebasan dalam membuat perjanjian atau perjanjian tentunya harus tidak melanggar kesusilaan, hukum dan ketertiban umum yang nantinya akan membuat perjanjian atau perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
- Asas Konsensualisme (Concensualism)
Asas Konsensualisme merupakan kesepakatan para pihak untuk mengikat diri dalam suatu perjanjian setelah adanya kata sepakat, tanpa adanya formalitas. Asas konsesualisme ini terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat: 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2) Kecakapan untuk membuat perikatan; 3) Suatu hal tertentu; 4) Suatu sebab yang halal.”
Asas ini merupakan kerelaan dari kedua belah pihak yang mengikatkan diri dengan keyakinan yang mereka punya. Kedua belah harus adanya suatu kerelaan yang mana dapat mengikatkan diri mereka masing-masing dengan kesepakatan yang dibuatnya.
- Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)
Asas Kekuatan Mengikat merupakan perjanjian yang telah dibuat mereka masing-masing pihak untuk dapat menghormati dan melaksanakan dan tidak boleh melakukan perbuatan yang menyimpang atau bertentangan dari perjanjian tersebut.
Asas Kekuatan Mengikat terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
- Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas Itikad Baik terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) yang berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Menjalankan perjanjian harus dengan keadilan dan kepatutan untuk dapat melaksanakan perjanjian ini dengan sungguh-sungguh oleh para pihak. Itikad baik dapat dilaksanakan dengan niat Ketika akan membuat perjanjian yang mengikat dan tidak dapat dibatalkan sewatu-waktu.
Kejujuran dalam pembuatan perjanjian harus ada karena hal ini perlu adanya untuk membuat para pihak tidak merasa keberatan. Sebagai kepatutan dalam pelaksanaan penilaian baik terhadap perilaku para pihak Ketika melaksanakan perjanjian yang telah disepakati, mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksaan perjanjian.
Ditulis oleh: Eva Wulandari (Kajian dan Analisa Data ILO)