
Banyak persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan tanah di level desa, minimnya pengetahuan dan keterbatasan akses informasi menjadikan persoalan ini meningkat secara terus menerus berbarengan dengan nilai tanah yang terus meningkat. “Ada dua hal yang menjadi yang menjadi penyebab persoalan yang berkaitan pertanahan, yakni sengketa berkaitan dengan jual-beli atau kepemilikan dan sengketa terkait waris,” ujar Ilham Yuli Isdiyanto SH MH CLA CMP, dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Kamis (24/02/2022).
Atas dasar ini, mahasiswa Kelompok KKN UAD Periode 88 sekaligus Program Pengabdian Kepada Masyarakat menginisiasi program ‘Sosialisasi Hukum Waris dan Pertanahan pada Masyarakat Kalurahan Argorejo” pada 3 pedukuhan yakni Pedukuhan Pendul, Pedukuhan Ngentak dan Pedukuhan Metes yang berlangsung selama 3 hari, yakni Minggu – Selasa (19-22/02/2022).
Ilham Yuli Isdiyanto, SH MH CLA, CMB mengatakan, berbagai masalah yang ada di dalam masyarakat. Masyarakat dari masing-masing pedukuhan terlihat antusias dengan kegiatan ini, hal ini dapat dilihat banyaknya pertanyaan sekaligus ‘curhatan’ yang dilakukan oleh masyarakat saat kegiatan berlangsung. Menariknya, persoalan di masing-masing pedukuhan memiliki focus yang berbeda-beda.
Warga di Pedukuhan Pendul lebih cenderung mempertanyakan bagaimana caranya saat pembagian warisan anak-cucu tidak bersengketa sehingga almarhum tenang. Ilham Yuli Isdiyanto selaku pemateri menjawab untuk mencegah ahli waris bersengketa, ada dua acara yang bisa dilakukan yakni dengan Hibah Bersyarat atau Akta Wasiat.
Dalam pembuatan Hibah Bersyarat dan Akta Wasiat, seluruh ahli waris harus mengetahui sehingga dibuat secara transparan. Dengan Hibah Bersyarat ataupun Akta Wasiat, ahli waris atau anak tetap memiliki kewajiban untuk berbakti dan merawat orangtuanya.
Banyaknya problem pewarisan adalah orangtua tidak terbuka saat memberikan atau ngecungke kepada anaknya sehingga pembuktiannya minim.
Berbeda dengan Pedukuhan Pendul, Pedukuhan Ngentak lebih menyoroti terkait jual beli tanah yang belum disertifikatkan namun penjualnya sudah tidak diketahui lokasinya sehingga menyulitkan untuk balik nama, selain itu ada beberapa tanah yang tidak diketahui pemiliknya. Menjawab pertanyaan ini, Ilham Yuli Isdiyanto menyatakan untuk menetapkan kedudukan pembeli dalam proses jual beli yang tidak diketahui penjual maupun ahli warisnya, maka bisa melalui proses persidangan di Pengadilan sehingga memiliki kekuatan hukum. Kedua, tanah yang tidak diketahui pemiliknya tidak bisa serta merta dikuasai oleh orang lain, melainkan harus melalui negara.
Sedangkan warga di Pedukuhan Metes lebih mempertanyakan bagaimana menghindari mafia-mafia tanah, terutama saat warga menjual maupun membeli tanah. “Saat akan membeli tanah, pastikan dokumen-dokumen jelas, bahkan jika perlu lakukan investigasi terhadap warga sekitar berkaitan dengan tanah tersebut, jika berpotensi masalah jangan dilanjutnya. Selain itu, gunakan Notaris atau PPAT yang terpercaya, lebih baik Pembeli yang menunjuk,” jawab Ilham Yuli Isdiyanto.
Ditegaskan Ilham, berbagai macam sengketa pertanahan muncul berawal dari ketidaktahuan. Budaya baca yang tidak teliti, kadang dijadikan kesempatan orang oknum-oknum tertentu untuk berbuat curang ataupun jahat. Bahkan, kadang ada hutang piutang namun yang ditandatangani adalah Perjanjian Jual Belia tau bahkan Akta Jual Beli. “Hal ini sangat berbahaya, masyarakat harus di edukasi secara baik sehingga terhindar dari oknum-oknum ini,” tandas Ilham.
Sutiman selaku Dukuh Metes merasa bersyukur ada kegiatan ini yang dapat mengedukasi masyarakat secara baik, bahkan secara teknis masyarakat memahami bagaimana mengurus tanah secara mandiri. Begitu juga disampaikan oleh Mugiyono selaku Dukuh Pendul, program sosialisasi ini menurutnya sangat bermanfaat bagi masyarakat. Antusias masyarakat dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehingga masyarakat menjadi tercerahkan.
Sumber : https://www.krjogja.com/pendidikan/kampus/minimnya-pengetahuan-akses-informasi-di-desa-banyak-sengketa-jual-beli-tanah/2/